Terjadinya cedera akut ginjal dalam prosedur operasi sering terjadi. Prosedur operasi yang dimaksud meliputi pra-operasi, operasi, sampai dengan pasca-operasi. Secara detil, gangguan pada fungsi ginjal banyak dikaitkan dengan penggunaan anestesi. Pemahaman mendalam tentang pengaruh anestesi pada fungsi ginjal sangatlah penting, terutama pada prosedur transplantasi.
Tercatat dari berbagai sumber internasional, jumlah cedera akut ginjal yang muncul pasca prosedur operasi menyumbang sekitar 30-40% dari semua kasus cedera akut ginjal di rumah sakit. Kondisi ini memiliki tingkat resiko kematian 12 kali lipat. Lebih tinggi dari prosedur operasi mayor abdomen.
Lalu apa yang menyebabkan kondisi cedera akut ginjal pasca operasi?
Resiko terbesar terjadinya kondisi ini ada pada pasien penyakit ginjal kronis yang mengalami masalah medis lainnya secara simultan (komorbid) seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit hati (liver).
Studi menunjukkan pengadministrasian beberapa jenis anestesi ditambah kondisi stres saat operasi, berpengaruh kepada fungsi ginjal. Hal ini yang harus diwaspadai oleh para dokter anestesi.
Manajemen anestesi yang optimal harus mampu memperhitungkan terjadinya faktor keracunan ginjal (nephrotoxicity), pengadministrasian jumlah anestesi yang tepat, pengelolaan sistem sirkulasi pernapasan, pengontrolan tekanan darah, sampai dengan strategi pemberian analgesik (penahan rasa sakit) yang baik.
Beberapa jenis analgesik yang tergolong dalam obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) dapat membatasi masuknya aliran darah ke ginjal yang nantinya akan menimbulkan masalah medis. Selain itu obat NSAID juga dapat merusak jaringan ginjal secara langsung.
anestesi pasien penyakit ginjal
Meski sampai saat ini penanganan efektif untuk cedera ginjal masih belum ditemukan, setidaknya ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk meminimalisir potensi komplikasi pada ginjal.
Pemantauan Pra-Operasi
Pemantauan masa pra-operasi merupakan salah satu tindakan awal dokter anestesi untuk menurunkan resiko cedera akut ginjal. Mengurangi puasa baik waktu maupun besarannya diyakini dapat memberikan manfaat lebih bagi pasien penyakit ginjal yang akan menjalani pembedahan.
Menurut beberapa penelitian, puasa menimbulkan stres metabolisme yang merusak fungsi mitokondria dan sensitivitas insulin, dua hal yang sering dikaitkan dengan kerusakan ginjal pasca-operasi. Ginjal membutuhkan pasokan energi yang sangat besar untuk menjaga metabolisme tubuh, dinamika aliran darah (hemodinamik), mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, penyerapan nutrisi, dan sekresi hormon. Tidak heran jika kerusakan pada ginjal dapat terjadi jika mitokondria sebagai penyuplai utama energi sel mengalami masalah.
Pemberian obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) sebagai analgesik seperti : ibuprofen, aspirin, naproxen, diclofenac, celecoxib, etoricoxib, dan indomethacin, sebaiknya mempertimbangkan potensi terjadinya cedera akut dan faktor resiko lainnya.
Bukti-bukti medis menunjukkan ada peningkatan resiko cedera akut ginjal pada pasien bedah artroplasti pinggul yang menerima agen analgesik seperti ini.
Penanganan Saat Operasi
Belum ada data yang kuat untuk mendukung penggunaan anestesi regional dibandingkan dengan anestesi general / umum untuk menurunkan resiko cedera akut ginjal pada saat operasi berlangsung.
Namun dalam sebuah studi retrospektif pada pasien bedah aorta abdominal, mereka yang menerima morfin melalui rute injeksi intratekal (sumsum tulang belakang) memiliki resiko cedera akut ginjal yang lebih sedikit daripada pasien yang diberikan analgesik sistemik.
Di sisi lain penggunaan anestesi inhalasi, terutama jenis volatil yang berbentuk cair dan mudah menguap, dianggap mampu mengurangi potensi terjadinya cedera iskemik reperfusi pada operasi transplantasi ginjal, pembedahan kardiak dan vaskuler.
Selain itu penggunaan anestesi atau obat-obatan yang memiliki dampak negatif tidak disarankan jika pasien mengalami cedera otot akibat trauma fisik yang berpotensi untuk cedera akut ginjal. Anestesi dapat menyamarkan rasa sakit spontan yang seharusnya membantu dokter untuk mengidentifikasi jaringan yang cedera.
Pengontrolan temperatur pasien dan penanganan infeksi harusnya menjadi perhatian utama pada prosedur seperti ini.
Manajemen anestesi yang baik untuk pasien dengan kendala medis ginjal sama pentingnya dengan penanganan pasien gagal ginjal, terutama pada operasi yang memiliki potensi menuju kondisi tersebut pasca-operasi. Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi mulai dari tingkat urgensi operasi itu sendiri, usia pasien, ada tidaknya kondisi komorbid.
Oleh karena itu pengadministrasian anestesi sebaiknya didasarkan pada diagnosa yang personal dan multi-disiplin dengan memperhatikan semua kemungkinan demi menjaga kondisi pasien agar tetap optimal.