Hitungan Mundur Dalam Anestesi Umum

Beberapa dari Anda yang pernah menjalani operasi besar mungkin pernah mendengar dokter yang memegang kendali administrasi anestesi meminta Anda untuk menghitung mundur mulai dari angka 20, atau juga dari 10.

hitung mundur anestesi umum

Mengapa?

Kebanyakan obat anestesi umum atau bius total disalurkan melalui intravena atau melalui inhalasi.

Karena injeksi agen atau obat anestesi melalui pembuluh darah vena bekerja lebih cepat dari inhalasi, metode ini lebih sering digunakan pada ruang bedah karena sifat urgensi sebuah operasi untuk menciptakan kondisi optimal pelaksanaan pembedahan. Setelah memasuki sistem sirkulasi tubuh, agen atau obat anestesi menyebar ke sistem saraf sentral dan motorik yang mengatur pergerakan.

Dan dibutuhkan waktu sekitar 10 – 20 detik sampai penerima memasuki tahap reversibel atau kehilangan kesadaran total.

Untuk memeriksa pengaruh kerja agen atau obat anestesi yang sudah diberikan kepada pasien, dokter ataupun suster anestesi akan melihat respon seperti membuka mata, berbicara dan motorik pasca injeksi.

Dan cara yang dianggap paling ideal untuk menghitung waktu kerja agen atau obat anestesi yang sudah diadministrasikan adalah dengan meminta pasien menghitung mundur mulai dari angka 10.

Beberapa faktor yang diperhatikan oleh dokter sebelum pemberian obat anestesi antara lain :

Indeks Massa Tubuh atau Body Mass Index (BMI)
Catatan kesehatan pasien
Usia
Jenis obat yang sedang dikonsumsi
Waktu berpuasa
Konsumsi alkohol atau obat psikotropika
Inspeksi mulut, gigi dan saluran sirkulasi
Observasi fleksibilitas rotasi leher

Jika beberapa faktor setelah evaluasi medis dianggap tidak mendukung, maka dokter anestesi harus meninjau kembali pemberian jenis dan takaran obat anestesi karena dapat berakibat terhadap penolakan sistem tubuh kepada obat anestesi, tekanan darah yang meningkat sampai batas bahaya atau beberapa kondisi yang tidak diinginkan saat operasi berlangsung.

Namun di luar faktor-faktor tersebut beberapa orang memiliki toleransi yang lebih tinggi terhadap obat-obatan daripada biasanya akan menyebabkan efek agen atau obat anestesi bekerja lebih lama.

Beberapa dokter yang pernah menangani pasien seperti ini terbiasa dengan hitungan mundur dengan angka yang lebih tinggi.

Menurut Atkinson dalam jurnal Tolerance in Drosophila (2009), toleransi fisiologi terhadap ethanol sebagai salah satu komponen utama anestesia umum dibagi menjadi 2 :

Toleransi Pharmacokinetic yang sering disebut sebagai toleransi metabolisme disebabkan oleh konsumsi obat yang berlebih atau konsumsi obat yang lebih rendah dari takaran yang dianjurkan
Toleransi Pharmacodynamic adalah proses adaptasi pada tingkat seluler yang menyebabkan penolakan terhadap efek obat-obatan. Toleransi pada tingkat saraf merupakan bahan kajian yang sangat menarik bagi para neurobologist atau ahli saraf karena toleransi seperti ini dianggap sebagai suatu perubahan atau anomali pada aktivitas sistem saraf.

Selain untuk memastikan pasien sudah memasuki tahap reversibel atau kehilangan kesadaran total, dokter anestesi juga dapat meminta pasien berbicara untuk melihat kemungkinan adanya regurgitasi atau muntah saat pengadministrasian agen atau obat anestesi.

Regurgitasi atau muntah terjadi karena pasien kehilangan kontrol sistem sirkulasi.

Secara alami tubuh memiliki refleks muntah (gagging reflex) yang merupakan bagian dari sistem pertahanan tubuh terhadap benda asing yang mencoba masuk melalui faring, laring atau trakea.

Penggunaan agen atau obat anestesi dapat mengganggu kerja gagging reflex ini.

Anestesi Pada Gigi

 

Penggunaan anestesi pada segala jenis prosedur oral, terutama yang berkaitan dengan gigi dimaksudkan untuk membuat pasien tidak merasakan sakit dan tetap nyaman selama prosedur berlangsung.

anestesi pada gigi
Jenis Anestesi pada Gigi

Ada beberapa jenis anestesi yang dipergunakan dalam prosedur oral, seperti pada proses pencabutan gigi, yaitu:

Anestesi lokal

Anestesi lokal merupakan anestesi yang paling umum dilakukan prosedur invasi sederhana misalnya pencabutan gigi.

Jenis anestesi lokal yang umum dipergunakan adalah anestesi yang disuntikkan berupa nerve block anestesi, dimana obat anestesi akan disuntikkan dekat dengan cabang syaraf untuk menghilangkan sensasi serta membuatnya mati rasa. Jenis obat yang umum dipergunakan adalah lidocaine. Selain dalam proses pencabutan gigi, jenis anestesi lokal ini juga dipergunakan untuk prosedur lain misalnya menambal lubang gigi atau perawatan masalah gusi.

Selain dengan cara disuntikkan, obat anestesi lokal juga bisa diberikan dengan cara dioleskan. Cara ini biasanya dipergunakan sebagai persiapan sebelum penyuntikan anestesi lokal, atau bisa juga dipergunakan untuk mengurangi rasa sakit akibat penyakit mulut sejenis sariawan.

Penggunaan anestesi lokal dan obat penenang nitrous oxide

Dalam beberapa kasus, penggunaan anestesi lokal semata tidak cukup. Dalam hal ini, pemberian anestesi lokal bisa dibarengi dengan pemberian obat penenang seperti nitrous oxide.

Campuran antara Nitrous oxide atau yang sering disebut juga laughing gas (gas tertawa) dan oksigen akan diberikan kepada pasien dengan menggunakan masker sebelum dan selama prosedur berlangsung. Nitrous oxide memberikan efek sedatif sebagai penenang dan efek analgesi sebagai pengurang rasa sakit. Dengan pemberian nitrous oxide, pasien akan tetap sadar selama prosedur berlangsung namun tetap merasa rileks.

Jenis anestesi seperti ini bisa dipergunakan untuk prosedur oral sederhana serta beberapa prosedur lain yang lebih kompleks seperti proses pencabutan gigi geraham bungsu dan proses implant gigi.

Penggunaan anestesi lokal dengan menggunakan infus

Untuk prosedur oral yang kompleks atau untuk pasien yang merasa sangat gugup bisa mempergunakan anestesi dengan infus.

Pada umumnya, cara ini ditempuh untuk pemasangan implant gigi dan pencabutan gigi geraham bungsu. Selama prosedur oral berlangsung, pasien akan tertidur dan tidak menyadari apapun (deep sedation).

Jenis obat yang umum dipergunakan dalam metode anestesi seperti ini adalah Fentanyl, Versed, Ketamine, dan Diprivan.

Anestesi umum

Untuk prosedur oral yang jauh lebih kompleks, penggunaan anestesi lokal tidaklah cukup. Prosedur seperti rekonstruksi wajah dan rahang merupakan salah satu contoh prosedur yang membutuhkan anestesi umum.

Pasien yang memiliki riwayat penyakit seperti penyakit jantung atau penyakit lain juga ada baiknya menggunakan anestesi umum yang dilakukan di rumah sakit sebagai bentuk pencegahan.
Persiapan Sebelum Menjalani Prosedur Anestesi pada Gigi

Anestesi pada gigi umumnya diberikan sebelum pasien menjalani sebuah prosedur oral. Sebelum prosedur tersebut dilaksanakan, ada beberapa hal yang perlu didiskusikan oleh dokter gigi dan pasien seperti:

Riwayat kesehatan pasien, apakah ada penyakit tertentu, alergi, atau kondisi apapun yang sedang dialami pasien. Kondisi alergi terhadap jenis obat-obatan tertentu perlu diketahui sebelumnya untuk menghindari munculnya reaksi alergi
Obat-obatan yang sedang dikonsumsi. Pasien yang sedang mengkonsumsi obat pengencer darah umumnya dianjurkan untuk menghentikan konsumsi obat selama beberapa hari sebelum prosedur dilakukan (misalnya sebelum dilakukan pencabutan gigi).
Kondisi fisik pasien seperti berat badan
Tingkat kecemasan pasien. Beberapa pasien mungkin memiliki tingkat kecemasan yang sangat tinggi, dimana pemberian anestesi lokal mungkin tidak akan cukup untuk membuat pasien tetap tenang selama prosedur berlangsung, sehingga diperlukan tambahan obat penenang

Perawatan Paska Prosedur Oral

Paska prosedur oral, pasien mungkin perlu mengkonsumsi beberapa jenis obat-obatan termasuk diantaranya obat pereda rasa nyeri. Jenis obat yang diberikan akan sangat bergantung pada jenis prosedur yang dilakukan. Pada umumnya obat yang diberikan merupakan obat analgesi tipe:

Non-narkotik, merupakan jenis obat yang paling umum diberikan untuk mengurangi rasa sakit pada gigi, contohnya acetaminophen, ibuprofen, dan aspirin.
Narkotik, yang umumnya dipergunakan untuk rasa nyeri yang lebih hebat dan membutuhkan resep dokter.

Tweet Pin It

Mengenal Lebih Detail tentang Anestesi Regional

Anestesi regional merupakan salah satu jenis anestesi yang bertujuan untuk menghambat rasa sakit pada sebagian besar anggota tubuh.

Jenis anestesi ini dipergunakan saat anestesi lokal dianggap masih kurang cukup dan pada situasi dimana pasien diharapkan untuk tetap sadar.
Cara Kerja Anestesi Regional

Obat anestesi akan diberikan dengan cara disuntikkan pada area disekitar kumpulan saraf yang nantinya akan menghambat kerja saraf tersebut sehingga pasien tidak akan merasakan sakit selama prosedur berlangsung.

Selain dengan suntikan, obat anestesi juga bisa diberikan dengan menggunakan kateter, yang secara terus menerus akan memasukkan obat anestesi ke area tubuh. Pada umumnya penggunaan kateter dipergunakan selama kurang lebih 2-3 hari.
Keuntungan Anestesi Regional

Ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dari anestesi regional, terutama bila dibandingkan dengan anestesi umum, yaitu:

Proses rehabilitasi atau pemulihan yang jauh lebih cepat dan mudah
Proses pemulihan yang lebih cepat membuat pasien tidak akan selalu bergantung pada perawat
Kemudahan dalam mengontrol pemberian obat untuk mengatasi rasa sakit
Efek samping yang mungkin diderita oleh pasien tidak akan sebanyak mereka yang melalui proses anestesi umum
Jangka waktu rawat inap menjadi lebih cepat

Tipe-tipe Anestesi Regional

Berikut ini adalah beberapa tipe anestesi regional:

Epidural

Epidural merupakan salah satu tipe anestesi regional yang sangat populer dan umumnya dipergunakan dalam proses persalinan. Dengan menggunakan epidural, calon ibu akan tetap sadar, tidak merasa sakit, dan tetap mampu mendorong bayi untuk keluar dari jalan lahir. Jenis efek yang dihasilkan berupa epidural anestesi dan analgesi

Spinal block

Spinal block juga umum dipergunakan dalam proses persalinan melalui operasi caesar. Dengan spinal block¸calon ibu tidak akan merasakan apapun dan tetap dalam kondisi sadar. Jenis efek yang dihasilkan berupa epidural anestesi dan analgesi

Peripheral nerve block

Pada tipe spinal block dan epidural, obat anestesi disuntikkan ke area spesifik di punggung pasien. Sementara pada peripheral nerve block, obat anestesi akan disuntikkan dekat dengan kumpulan saraf yang berada di tangan, kaki, atau kepala. Ada 2 jenis peripheral nervel block yang umum dilakukan yaitu femoral nerve block dimana obat anestesi akan disuntikkan di daerah kaki, dan brachial plexus block dimana obat anestesi akan disuntikkan di daerah lengan dan bahu.

apa itu anestesi regional
Tingkat Kesadaran Pasien selama Anestesi Regional

Pasien yang diberikan anestesi regional pada umumnya akan tetap sadar dan terjaga. Namun, spesialis anestesi akan melakukan review terhadap kondisi pasien untuk menentukan perlu tidaknya diberikan tambahan obat penenang (sedative).

Pemberian obat penenang ini akan mempengaruhi tingkat kesadaran pasien:

Minimal sedation

Pada tingkat ini, pasien akan merasa rileks namun tetap sadar sepenuhnya dan mampu menjawab pertanyaan ataupun mengikuti instruksi dokter

Moderate sedation

Pada tingkat ini, pasien akan merasa sangat mengantuk dan mungkin saja akan tertidur, namun dapat dengan mudah dibangunkan. Pasien mungkin akan mengingat segala hal yang terjadi selama proses operasi atau tidak sama sekali.

Deep sedation

Pada tingkat ini pasien akan tertidur lelap dan tidak memiliki ingatan sama sekali mengenai proses operasi

Jenis Operasi yang Menggunakan Anestesi Regional

Dalam keadaan normal dimana tidak ada faktor komplikasi yang mempengaruhi, anestesi regional dapat dipergunakan dalam berbagai jenis operasi diantaranya:

Gynecology yaitu segala jenis prosedur yang berkaitan dengan organ reproduksi perempuan misalnya operasi caesar, hysterectomy, dan berbagai prosedur lainnya.
Orthopedics, berkaitan dengan berbagai prosedur yang berkaitan dengan tulang dan sendi
Urology, dimana penggunaan epidural, spinal dan peripheral nerve block dipergunakan untuk berbagai prosedur yang berkaitan dengan ginjal, prostat, dan kandung kemih
Operasi lutut, yang pada umumnya menggunakan femoral nerve block dan sciatic block
Gastrointestinal, dimana penggunan epidural, spinal, dan paravertebral nerve block dipergunakan untuk berbagai prosedur yang berkaitan dengan area perut, usus, dan liver.
Operasi pinggul. Pada operasi ini, tipe anestesi regional yang dipergunakan adalah lumbar plexus block yang akan membuat area dimana kumpulan saraf yang bertanggung jawab dalam menghantarkan berbagai jenis sensasi pada daerah sendi pinggul menjadi mati rasa.

Anestesi Regional

Mengenal Lebih Detail tentang Anestesi Regional
1 Komentar

Anestesi regional merupakan salah satu jenis anestesi yang bertujuan untuk menghambat rasa sakit pada sebagian besar anggota tubuh.

Jenis anestesi ini dipergunakan saat anestesi lokal dianggap masih kurang cukup dan pada situasi dimana pasien diharapkan untuk tetap sadar.
Cara Kerja Anestesi Regional

Obat anestesi akan diberikan dengan cara disuntikkan pada area disekitar kumpulan saraf yang nantinya akan menghambat kerja saraf tersebut sehingga pasien tidak akan merasakan sakit selama prosedur berlangsung.

Selain dengan suntikan, obat anestesi juga bisa diberikan dengan menggunakan kateter, yang secara terus menerus akan memasukkan obat anestesi ke area tubuh. Pada umumnya penggunaan kateter dipergunakan selama kurang lebih 2-3 hari.
Keuntungan Anestesi Regional

Ada beberapa keuntungan yang bisa didapatkan dari anestesi regional, terutama bila dibandingkan dengan anestesi umum, yaitu:

Proses rehabilitasi atau pemulihan yang jauh lebih cepat dan mudah
Proses pemulihan yang lebih cepat membuat pasien tidak akan selalu bergantung pada perawat
Kemudahan dalam mengontrol pemberian obat untuk mengatasi rasa sakit
Efek samping yang mungkin diderita oleh pasien tidak akan sebanyak mereka yang melalui proses anestesi umum
Jangka waktu rawat inap menjadi lebih cepat

Tipe-tipe Anestesi Regional

Berikut ini adalah beberapa tipe anestesi regional:

Epidural

Epidural merupakan salah satu tipe anestesi regional yang sangat populer dan umumnya dipergunakan dalam proses persalinan. Dengan menggunakan epidural, calon ibu akan tetap sadar, tidak merasa sakit, dan tetap mampu mendorong bayi untuk keluar dari jalan lahir. Jenis efek yang dihasilkan berupa epidural anestesi dan analgesi

Spinal block

Spinal block juga umum dipergunakan dalam proses persalinan melalui operasi caesar. Dengan spinal block¸calon ibu tidak akan merasakan apapun dan tetap dalam kondisi sadar. Jenis efek yang dihasilkan berupa epidural anestesi dan analgesi

Peripheral nerve block

Pada tipe spinal block dan epidural, obat anestesi disuntikkan ke area spesifik di punggung pasien. Sementara pada peripheral nerve block, obat anestesi akan disuntikkan dekat dengan kumpulan saraf yang berada di tangan, kaki, atau kepala. Ada 2 jenis peripheral nervel block yang umum dilakukan yaitu femoral nerve block dimana obat anestesi akan disuntikkan di daerah kaki, dan brachial plexus block dimana obat anestesi akan disuntikkan di daerah lengan dan bahu.

apa itu anestesi regional
Tingkat Kesadaran Pasien selama Anestesi Regional

Pasien yang diberikan anestesi regional pada umumnya akan tetap sadar dan terjaga. Namun, spesialis anestesi akan melakukan review terhadap kondisi pasien untuk menentukan perlu tidaknya diberikan tambahan obat penenang (sedative).

Pemberian obat penenang ini akan mempengaruhi tingkat kesadaran pasien:

Minimal sedation

Pada tingkat ini, pasien akan merasa rileks namun tetap sadar sepenuhnya dan mampu menjawab pertanyaan ataupun mengikuti instruksi dokter

Moderate sedation

Pada tingkat ini, pasien akan merasa sangat mengantuk dan mungkin saja akan tertidur, namun dapat dengan mudah dibangunkan. Pasien mungkin akan mengingat segala hal yang terjadi selama proses operasi atau tidak sama sekali.

Deep sedation

Pada tingkat ini pasien akan tertidur lelap dan tidak memiliki ingatan sama sekali mengenai proses operasi

Jenis Operasi yang Menggunakan Anestesi Regional

Dalam keadaan normal dimana tidak ada faktor komplikasi yang mempengaruhi, anestesi regional dapat dipergunakan dalam berbagai jenis operasi diantaranya:

Gynecology yaitu segala jenis prosedur yang berkaitan dengan organ reproduksi perempuan misalnya operasi caesar, hysterectomy, dan berbagai prosedur lainnya.
Orthopedics, berkaitan dengan berbagai prosedur yang berkaitan dengan tulang dan sendi
Urology, dimana penggunaan epidural, spinal dan peripheral nerve block dipergunakan untuk berbagai prosedur yang berkaitan dengan ginjal, prostat, dan kandung kemih
Operasi lutut, yang pada umumnya menggunakan femoral nerve block dan sciatic block
Gastrointestinal, dimana penggunan epidural, spinal, dan paravertebral nerve block dipergunakan untuk berbagai prosedur yang berkaitan dengan area perut, usus, dan liver.
Operasi pinggul. Pada operasi ini, tipe anestesi regional yang dipergunakan adalah lumbar plexus block yang akan membuat area dimana kumpulan saraf yang bertanggung jawab dalam menghantarkan berbagai jenis sensasi pada daerah sendi pinggul menjadi mati rasa.

Anestesi Untuk Pasien Penyakit Ginjal

Terjadinya cedera akut ginjal dalam prosedur operasi sering terjadi. Prosedur operasi yang dimaksud meliputi pra-operasi, operasi, sampai dengan pasca-operasi. Secara detil, gangguan pada fungsi ginjal banyak dikaitkan dengan penggunaan anestesi. Pemahaman mendalam tentang pengaruh anestesi pada fungsi ginjal sangatlah penting, terutama pada prosedur transplantasi.

Tercatat dari berbagai sumber internasional, jumlah cedera akut ginjal yang muncul pasca prosedur operasi menyumbang sekitar 30-40% dari semua kasus cedera akut ginjal di rumah sakit. Kondisi ini memiliki tingkat resiko kematian 12 kali lipat. Lebih tinggi dari prosedur operasi mayor abdomen.

Lalu apa yang menyebabkan kondisi cedera akut ginjal pasca operasi?

Resiko terbesar terjadinya kondisi ini ada pada pasien penyakit ginjal kronis yang mengalami masalah medis lainnya secara simultan (komorbid) seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit hati (liver).

Studi menunjukkan pengadministrasian beberapa jenis anestesi ditambah kondisi stres saat operasi, berpengaruh kepada fungsi ginjal. Hal ini yang harus diwaspadai oleh para dokter anestesi.

Manajemen anestesi yang optimal harus mampu memperhitungkan terjadinya faktor keracunan ginjal (nephrotoxicity), pengadministrasian jumlah anestesi yang tepat, pengelolaan sistem sirkulasi pernapasan, pengontrolan tekanan darah, sampai dengan strategi pemberian analgesik (penahan rasa sakit) yang baik.

Beberapa jenis analgesik yang tergolong dalam obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) dapat membatasi masuknya aliran darah ke ginjal yang nantinya akan menimbulkan masalah medis. Selain itu obat NSAID juga dapat merusak jaringan ginjal secara langsung.

anestesi pasien penyakit ginjal

Meski sampai saat ini penanganan efektif untuk cedera ginjal masih belum ditemukan, setidaknya ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk meminimalisir potensi komplikasi pada ginjal.

Pemantauan Pra-Operasi

Pemantauan masa pra-operasi merupakan salah satu tindakan awal dokter anestesi untuk menurunkan resiko cedera akut ginjal. Mengurangi puasa baik waktu maupun besarannya diyakini dapat memberikan manfaat lebih bagi pasien penyakit ginjal yang akan menjalani pembedahan.

Menurut beberapa penelitian, puasa menimbulkan stres metabolisme yang merusak fungsi mitokondria dan sensitivitas insulin, dua hal yang sering dikaitkan dengan kerusakan ginjal pasca-operasi. Ginjal membutuhkan pasokan energi yang sangat besar untuk menjaga metabolisme tubuh, dinamika aliran darah (hemodinamik), mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, penyerapan nutrisi, dan sekresi hormon. Tidak heran jika kerusakan pada ginjal dapat terjadi jika mitokondria sebagai penyuplai utama energi sel mengalami masalah.

Pemberian obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) sebagai analgesik seperti : ibuprofen, aspirin, naproxen, diclofenac, celecoxib, etoricoxib, dan indomethacin, sebaiknya mempertimbangkan potensi terjadinya cedera akut dan faktor resiko lainnya.

Bukti-bukti medis menunjukkan ada peningkatan resiko cedera akut ginjal pada pasien bedah artroplasti pinggul yang menerima agen analgesik seperti ini.

Penanganan Saat Operasi

Belum ada data yang kuat untuk mendukung penggunaan anestesi regional dibandingkan dengan anestesi general / umum untuk menurunkan resiko cedera akut ginjal pada saat operasi berlangsung.

Namun dalam sebuah studi retrospektif pada pasien bedah aorta abdominal, mereka yang menerima morfin melalui rute injeksi intratekal (sumsum tulang belakang) memiliki resiko cedera akut ginjal yang lebih sedikit daripada pasien yang diberikan analgesik sistemik.

Di sisi lain penggunaan anestesi inhalasi, terutama jenis volatil yang berbentuk cair dan mudah menguap, dianggap mampu mengurangi potensi terjadinya cedera iskemik reperfusi pada operasi transplantasi ginjal, pembedahan kardiak dan vaskuler.

Selain itu penggunaan anestesi atau obat-obatan yang memiliki dampak negatif tidak disarankan jika pasien mengalami cedera otot akibat trauma fisik yang berpotensi untuk cedera akut ginjal. Anestesi dapat menyamarkan rasa sakit spontan yang seharusnya membantu dokter untuk mengidentifikasi jaringan yang cedera.

Pengontrolan temperatur pasien dan penanganan infeksi harusnya menjadi perhatian utama pada prosedur seperti ini.

Manajemen anestesi yang baik untuk pasien dengan kendala medis ginjal sama pentingnya dengan penanganan pasien gagal ginjal, terutama pada operasi yang memiliki potensi menuju kondisi tersebut pasca-operasi. Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi mulai dari tingkat urgensi operasi itu sendiri, usia pasien, ada tidaknya kondisi komorbid.

Oleh karena itu pengadministrasian anestesi sebaiknya didasarkan pada diagnosa yang personal dan multi-disiplin dengan memperhatikan semua kemungkinan demi menjaga kondisi pasien agar tetap optimal.

Pulih Dari Pengaruh Anestesi

Dalam sebuah operasi, pilihan pengadministrasian anestesi umum, regional atau lokal ada di tangan dokter anestesi setelah mempertimbangkan skala operasi dan area tubuh yang akan mendapat tindakan. Namun tahukah Anda, tipe anestesi berpengaruh pada proses dan waktu pemulihan pasca operasi?

Anestesiologi Indonesia akan mengulas informasinya kepada anda.

pulih dari anestesi
Jika Anda diberikan anestesi umum

Dokter atau suster anestesi akan memberikan agen atau obat anestesi yang membuat pasien tidak sadarkan diri dan setelah pasca operasi dokter anestesi akan menarik pemberian anestesi untuk membangunkan pasien, meskipun dibutuhkan waktu beberapa saat untuk sadar kembali.

Pasien kemudian dipindahkan ke ruangan pemulihan dimana dokter anestesi terus memonitor fungsi jantung dan pernafasan. Beberapa orang bisa mengantuk sampai seluruh efek agen atau obat anestesi hilang dari tubuh, namun ada juga yang terkena efek samping seperti pusing atau menggigil, dan terkadang regurgitasi muntah.

Segera sampaikan apa yang Anda rasakan pada dokter anestesi untuk tindakan lebih lanjut mengenai keluhan efek samping ini.

Jika operasi yang Anda jalani adalah operasi besar, rasa sakit pasca operasi bisa terasa setelah pengaruh anestesi habis. Sebaiknya Anda ditemani pendamping selama di rumah sakit untuk 24 jam ke depan terutama jika Anda berkendara atau pulang dengan kendaraan umum.

Efek yang dapat dirasakan saat pemulihan dari anestesi umum adalah rasa mengantuk dan menurunnya kemampuan berpikir serta refleks.

Namun bagi Anda yang mengonsumsi opioid untuk penghilang rasa sakit sebaiknya tidak menyetir dulu karena efeknya akan terus ada sampai Anda lepas dari opioids.
Bagaimana dengan anestesi lainnya?

Pasien yang tidak tidur selama operasi, bisa berbicara meski tidak dapat merasakan sakit kemungkinan besar diberikan obat penenang yang membuat pasien merasa nyaman selama operasi.

Efek tambahan dari obat penenang adalah rasa mengantuk sehingga tidak disarankan untuk menyetir sebelum pulih sadar sepenuhnya.

Tidak seperti anestesi umum, anestesi regional diberikan pada sebagian area tubuh saja. Dalam proses melahirkan area tubuh yang mendapatkan anestesi regional adalah pinggang ke bawah.

Selama proses pemulihan beberapa pasien dapat merasakan sakit pada kepala atau pusing.
Anestesi lokal

Pada anestesi lokal, dokter anestesi menginjeksikan agen atau obat anestesi ke sebuah area kecil tubuh yang akan mendapat tindakan. Pasien anestesi lokal tidak tertidur dan dapat menggerakkan sebagian besar anggota tubuh.

Pasien anestesi lokal tidak memerlukan waktu untuk pulih dan bisa langsung kembali dari rumah sakit setelah izin dokter. Namun karena kebutuhan untuk menghilangkan rasa sakit pasca operasi, beberapa pasien tetap diberikan opioids.

Karena opioids memiliki efek samping mengganggu keseimbangan fungsi kerja jantung, paru-paru serta tulang, aktivitas Anda menjadi cukup terbatas karena adanya penurunan pada detak jantung dan daya tahan tubuh.
Pulih lebih cepat

Meski begitu ada beberapa hal yang dapat Anda lakukan untuk membantu memulihkan diri lebih cepat dari efek samping anestesi seperti mengonsumsi multivitamin, diet fiber, dan memperbanyak konsumsi air putih.

Dengan menjauhi lemak trans, daging, produk susu dan alkohol, Anda dapat menurunkan resiko kolestasis yang menghambat pembuangan racun anestesi.

Sebaliknya, diet fiber dan buah-buahan yang mengandung banyak cairan seperti pear, apel dan produk kacang-kacangan sangat membantu untuk memulihkan daya tahan tubuh yang sempat berkurang karena pengaruh toksin anestesi dan memperlancar sistem pencernaan.

Tubuh memerlukan cairan lebih untuk membuang kandungan agen, karena itu biasanya orang akan sering merasa haus pasca operasi. Jangan tunggu sampai Anda merasa haus atau dehidrasi. Waktu yang disarankan dalam konsumsi air putih pasca operasi adalah setiap dua jam sekali.

Anestesi Untuk Pasien Penyakit Ginjal

 

Terjadinya cedera akut ginjal dalam prosedur operasi sering terjadi. Prosedur operasi yang dimaksud meliputi pra-operasi, operasi, sampai dengan pasca-operasi. Secara detil, gangguan pada fungsi ginjal banyak dikaitkan dengan penggunaan anestesi. Pemahaman mendalam tentang pengaruh anestesi pada fungsi ginjal sangatlah penting, terutama pada prosedur transplantasi.

Tercatat dari berbagai sumber internasional, jumlah cedera akut ginjal yang muncul pasca prosedur operasi menyumbang sekitar 30-40% dari semua kasus cedera akut ginjal di rumah sakit. Kondisi ini memiliki tingkat resiko kematian 12 kali lipat. Lebih tinggi dari prosedur operasi mayor abdomen.

Lalu apa yang menyebabkan kondisi cedera akut ginjal pasca operasi?

Resiko terbesar terjadinya kondisi ini ada pada pasien penyakit ginjal kronis yang mengalami masalah medis lainnya secara simultan (komorbid) seperti diabetes, hipertensi, dan penyakit hati (liver).

Studi menunjukkan pengadministrasian beberapa jenis anestesi ditambah kondisi stres saat operasi, berpengaruh kepada fungsi ginjal. Hal ini yang harus diwaspadai oleh para dokter anestesi.

Manajemen anestesi yang optimal harus mampu memperhitungkan terjadinya faktor keracunan ginjal (nephrotoxicity), pengadministrasian jumlah anestesi yang tepat, pengelolaan sistem sirkulasi pernapasan, pengontrolan tekanan darah, sampai dengan strategi pemberian analgesik (penahan rasa sakit) yang baik.

Beberapa jenis analgesik yang tergolong dalam obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) dapat membatasi masuknya aliran darah ke ginjal yang nantinya akan menimbulkan masalah medis. Selain itu obat NSAID juga dapat merusak jaringan ginjal secara langsung.

anestesi pasien penyakit ginjal

Meski sampai saat ini penanganan efektif untuk cedera ginjal masih belum ditemukan, setidaknya ada beberapa solusi yang bisa dilakukan untuk meminimalisir potensi komplikasi pada ginjal.

Pemantauan Pra-Operasi

Pemantauan masa pra-operasi merupakan salah satu tindakan awal dokter anestesi untuk menurunkan resiko cedera akut ginjal. Mengurangi puasa baik waktu maupun besarannya diyakini dapat memberikan manfaat lebih bagi pasien penyakit ginjal yang akan menjalani pembedahan.

Menurut beberapa penelitian, puasa menimbulkan stres metabolisme yang merusak fungsi mitokondria dan sensitivitas insulin, dua hal yang sering dikaitkan dengan kerusakan ginjal pasca-operasi. Ginjal membutuhkan pasokan energi yang sangat besar untuk menjaga metabolisme tubuh, dinamika aliran darah (hemodinamik), mengatur keseimbangan cairan dan elektrolit, penyerapan nutrisi, dan sekresi hormon. Tidak heran jika kerusakan pada ginjal dapat terjadi jika mitokondria sebagai penyuplai utama energi sel mengalami masalah.

Pemberian obat anti inflamasi non-steroid (NSAID) sebagai analgesik seperti : ibuprofen, aspirin, naproxen, diclofenac, celecoxib, etoricoxib, dan indomethacin, sebaiknya mempertimbangkan potensi terjadinya cedera akut dan faktor resiko lainnya.

Bukti-bukti medis menunjukkan ada peningkatan resiko cedera akut ginjal pada pasien bedah artroplasti pinggul yang menerima agen analgesik seperti ini.

Penanganan Saat Operasi

Belum ada data yang kuat untuk mendukung penggunaan anestesi regional dibandingkan dengan anestesi general / umum untuk menurunkan resiko cedera akut ginjal pada saat operasi berlangsung.

Namun dalam sebuah studi retrospektif pada pasien bedah aorta abdominal, mereka yang menerima morfin melalui rute injeksi intratekal (sumsum tulang belakang) memiliki resiko cedera akut ginjal yang lebih sedikit daripada pasien yang diberikan analgesik sistemik.

Di sisi lain penggunaan anestesi inhalasi, terutama jenis volatil yang berbentuk cair dan mudah menguap, dianggap mampu mengurangi potensi terjadinya cedera iskemik reperfusi pada operasi transplantasi ginjal, pembedahan kardiak dan vaskuler.

Selain itu penggunaan anestesi atau obat-obatan yang memiliki dampak negatif tidak disarankan jika pasien mengalami cedera otot akibat trauma fisik yang berpotensi untuk cedera akut ginjal. Anestesi dapat menyamarkan rasa sakit spontan yang seharusnya membantu dokter untuk mengidentifikasi jaringan yang cedera.

Pengontrolan temperatur pasien dan penanganan infeksi harusnya menjadi perhatian utama pada prosedur seperti ini.

Manajemen anestesi yang baik untuk pasien dengan kendala medis ginjal sama pentingnya dengan penanganan pasien gagal ginjal, terutama pada operasi yang memiliki potensi menuju kondisi tersebut pasca-operasi. Banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi mulai dari tingkat urgensi operasi itu sendiri, usia pasien, ada tidaknya kondisi komorbid.

Oleh karena itu pengadministrasian anestesi sebaiknya didasarkan pada diagnosa yang personal dan multi-disiplin dengan memperhatikan semua kemungkinan demi menjaga kondisi pasien agar tetap optimal.
Tweet Pin It

Anestesi pada Prosedur Kuretase

Prosedur kuretase atau yang sering juga disebut Dilatasi dan Kuretase (D&C) merupakan sebuah bentuk operasi kecil yang dipergunakan untuk tujuan diagnosis dan perawatan pada kondisi tertentu dimana terjadi perdarahan yang tidak normal (abnormal) dari uterus.

Untuk tujuan diagnosis, prosedur dilatasi dan kuretase dilakukan untuk:

Mendiagnosa penyebab perdarahan yang hebat dan tidak teratur pada rahim
Mendiagnosa adanya kemungkinan kanker rahim atau infeksi rahim
Pemeriksaan kesuburan
Aborsi

Saat ini, prosedur dilatasi dan kuretase “untuk tujuan diagnosis” sudah mulai ditinggalkan dan diganti dengan prosedur lain seperti penggunaan USG (Ultrasonografi).

Disisi lain, prosedur dilatasi dan kuretase masih tetap dilakukan untuk beberapa tujuan perawatan seperti:

Kasus keguguran dimana prosedur kuret dilakukan untuk membersihkan sisa jaringan janin dan jaringan plasenta di dalam rahim. Hal ini perlu dilakukan untuk menghentikan pendarahan, mencegah terjadinya infeksi, serta menyiapkan rahim perencanaan kehamilan selanjutnya.
Proses Aborsi (Bisa dilakukan di Klinik Khusus Kuret di Jakarta)
Menghilangkan polip rahim
Kondisi hamil anggur dan tidak adanya janin (blighted ovum)
Perawatan cervical stenosis, berupa kondisi dimana jaringan yang menghubungkan uterus dengan vagina tertutup atau mengecil.

Kebutuhan Anestesi saat Kuretase

Dilatasi dan kuretase merupakan sebuah operasi minor (kecil), walaupun begitu, prosedur ini tidak akan terlepas dari yang namanya bius atau anestesi.

anestesi bius untuk kuretase

Jenis anestesi yang dipergunakan dalam prosedur kuret sendiri akan sangat bergantung pada:

Tingkat urgensi dari kondisi perdarahan yang terjadi
Tingkat dilatasi serviks
Masa kehamilan. Jenis anestesi yang dipergunakan pada masa tri-semester pertama, tri-semester kedua, dan tri-semester ketiga bisa berbeda-beda, disesuaikan dengan kondisi pasien.
Riwayat kesehatan pasien
Pilihan dan kebutuhan dari pasien

Berdasarkan berbagai pertimbangan yang ada, jenis anestesi yang dipergunakan dalam prosedur kuretase adalah:

Anestesi Regional (bius lokal)

Pelaksanaan kuretasi dapat dilakukan dengan menggunakan anestesi regional berupa:

Peripheral nerve block

Memiliki kemampuan untuk menghilangkan rasa sakit yang lebih baik bila dibandingkan dengan penggunaan obat sedative saja. Kekurangannya adalah tetap adanya rasa nyeri bila tidak dibarengi dengan penggunaan obat sedative.

Neuraxial

Jenis anestesi ini dianggap sebagai teknik yang paling nyaman bagi para pasien. Kekurangannya adalah tetap memiliki resiko (minor) untuk mengalami efek samping berupa sakit kepala setelah efek anestesi menghilang. Selain itu, pasien harus menjalani pemulihan di rumah sakit setelah prosedur kuretase selesai.

Intrauterine analgesia

Jenis anestesi ini dianggap tidak terlalu invasif. Jenis obat yang dipergunakan adalah lidocaine. Untuk mendapatkan hasil terbaik, dianjurkan untuk menggunakan jenis anestesi ini bersama-sama dengan penggunaan obat sedative.

Anestesi Umum (bius total)

Prosedur kuret dapat dilakukan dengan anestesi umum. Dengan anestesi umum, pasien akan kehilangan kesadaran seutuhnya dan tidak memiliki ingatan apapun tentang prosedur yang ada.

Kelebihan dari penggunaan anestesi umum pada prosedur kuretase terletak pada tingkat kenyamanan pasien yang tidak merasakan sakit sama sekali, serta proses yang bisa berjalan dengan lebih baik karena pasien tidak akan bergerak.

Kekurangan dari anestesi umum ini adalah adanya potensi permasalahan saluran udara serta kemungkinan munculnya efek samping berupa rasa mual dan muntah setelah efek anestesi memudar.

Monitored Anesthesia Care (MAC)

Penggunaan MAC biasanya dilakukan bersamaan dengan paracervical block.

Kelebihan dari MAC adalah pasien akan lebih cepat sadar (bila dibandingkan dengan anestesia umum), mengurangi kemungkinan munculnya efek samping berupa sakit kepala, serta mengurangi kemungkinan penggunaan alat bantu pernapasan.

Kekurangannya adalah adanya kemungkinan pasien akan bergerak-gerak selama prosedur berlangsung, serta adanya kemungkinan bahwa obat yang diberikan kurang efektif dalam menangani rasa sakit (bila dibandingkan dengan anestesi umum dan neuraxial).

Sebelum prosedur kuret dilakukan, ada beberapa persiapan yang perlu dilakukan baik oleh pihak dokter ataupun pasien.

Pihak dokter akan melakukan persiapan berupa pemeriksaan kesehatan pasien. Sementara dari pihak pasien, persiapan yang perlu dilakukan adalah:

Berhenti merokok dan mengkonsumsi minumal beralkohol
Menghentikan konsumsi obat-obatan tertentu sesuai dengan anjuran dokter, baik obat kimia maupun obat herbal, mulai dari 1 hingga 2 minggu sebelum prosedur kuretase dilakukan
Melakukan puasa selama 12 jam (minimal) bila akan dilakukan anestesi umum dan minimal 8 jam bila akan dilakukan anestesi regional.

Tatalaksana Pasien Sepsis Pascaperforasi Gaster dengan Intra Abdominal Infection dan Congestive Heart Failure

Sepsis merupakan penyebab utama kematian di Intensive Care Unit (ICU), sebanyak 15% yang dirawat ICU adalah dengan diagnosis sepsis, dan dua pertiga dari tersebut jatuh dalam kondisi syok sepsis.

Penderita yang dirawat di ICU juga terkadang memiliki penyakit penyerta yang memperberat kondisi pasien dan atau terjadi kegagalan organ yang meningkatkan angka kematian. Dalam observasi di ICU Piedmont dari 305 pasien sepsis berat yang terbanyak adalah pasien infeksi paru sebanyak 60% sedangkan pasien infeksi abdominal menepati urutan kedua sebanyak 39%.

Observasi yang dilakukan Complicated IAI Observational World (CIAOW) tahun 2014 sumber infeksi intra abdominal menempati urutan ke 3 sebanyak 14,3% setelah apendiks 34,6% dan cholecystitis 14,8% adapun mortalitas dari Intraabdominal Infection (IAI) ini adalah 10,7%. Etiologi IAI terbanyak disebabkan bakteri gram negatif Escheria coli dan pada gram positif Enterococus faecalis.

Gagal jantung menurut American Heart Association (AHA) didefinisikan sebagai sindrom klinis kompleks akibat dari gangguan struktur, gangguan fungsi ventrikel dan juga disebabkan gangguan pemompaan darah sehingga oksigen tidak bisa dihantarkan untuk mencukupi metabolisme ke jaringan perifer. Manifestasi utamanya yaitu sesak napas dan kelelahan.

National Health and Nutrition Examination Survey (NHANES) dalam studinya menyimpulkan bahwa penyebab congestive heart failure (CHF) adalah yang terbanyak penyakit jantung iskemik 62%, rokok 16%, hipertensi 10% obesitas 3%, dan penyakit katup jantung 2%.3

Laporan Kasus
Seorang laki-laki 68 tahun datang ke rumah sakit dengan keluhan nyeri perut disertai sesak napas 1 hari sebelumnya. Sebelumnya pasien mengeluhkan demam tinggi. Pasien dengan riwayat hipertensi tanpa pengobatan teratur. Penyakit komorbid seperti diabetes melitus, asma serta penyakit lainnya disangkal.

Pasien mengkonsumsi obat herbal untuk menurunkan asam urat sejak 6 bulan. Pasien datang ke instalasi gawat darurat (IGD) dengan kesadaran kompos mentis. Tekanan darah 90/50mmHg, nadi 108x/menit regular lemah, laju napas 36x/menit dengan suhu 38,6°C, dari pemeriksaan fisik didapatkan dengan distensi abdomen disertai defans muskular seluruh lapang abdomen disertai akral dingin dan pucat.

Pasien dilakukan pemeriksaan laboratorium lengkap dengan hasil Hb 15,3g/dL; Ht 43,8%; Leukosit 6,800/mm3; Trombosit 209.000/mm3.; Ureum 50 mg/dL; Kreatinin 2,3 mg/dL; Gula darah 99 g/dL; SGOT 26 U/L; SGPT 30 U/L; Albumin 3,8 g/dL; Na/K/Cl 139/3,8/105 mmol/L; PT 13,1-10,2; INR 1,09; APTT 36,3-24,7; dengan EKG sinus ritmik 60x/menit dengan left bundle branch block dan Ro Thorax dengan CTR 66%, HHD disertai elongatio aorta. Diagnosa pasien ini dengan peritonitis et causa perforasi gaster.

Pasien dilakukan laparatomi eksplorasi dengan General Anesthesia (GA) intubasi menggunakan isoflurane. Intraop didapatkan perforasi gaster dengan ukuran 1×1 cm dan dilakukan penjahitan primer pada defek luka. Perdarahan intraop kurang lebih 100ml dan diberikan cairan kristaloid 2000mL dan koloid 500mL. Operasi berjalan selama kurang lebih 2 jam.

Pascapembedahan pasien ditransfer ke ICU. Pada saat masuk ICU pasien terintubasi dari kamar operasi, dengan gambaran makrosirkulasi perfusi dingin, basah dan pucat, TD 88/52 mmHg, Nadi 120 x/mnt, Hb: 12,21 mg/dl, Ht 35,9% , dan gambaran perfusi jaringan (mikrosirkulasi) hipoperfusi (laktat: 9,7 mmol/L). Fungsi ginjal menurun, oligouria (<0,5 mL/kg/jam) dan ureum darah: 50 mg/dL, kreatinin serum: 2,3 mg/dL. Natrium (135 mEq/L), Chlor (106 mEq/L) dan kalium (5,0 mEq/L). Parameter infeksi : leukosit 13.000/mm3, procalcitonin: >200 ng/mL dan CRP 287,3 serta balans kumulatif +3100. Pasien dengan asesmen sepsis syok e.c intra abdominal infection (IAI), acute kidney injury (AKI) dan acute decompensated heart failure (ADHF). Pasien diberikan topangan ventilator dengan pola PCV 14 PS 10 PEEP 5 FiO2 1,0à SIMV 12, PS 10, PEEP: 5, FiO2: 0,5. Terapi farmakologi lainnya berupa midazolam 3mg/jam, fentanil 30mcg/jam, meropenem 1gr/8jam cairan ringer lactate 1000 cc/24 jam serta omeprazole /24jam.